Sabtu, 29 Januari 2011

makalah filsafat ilmu ppkn/pkn


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara yang baik, cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Pendidikan Kewarganegaraan membahas berbagai aspek dalam kehidupan, yaitu pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosial kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa.
Dengan penyempurnaan kurikulum tahun 2000, menurut Kep. Dirjen dikti No. 267/Dikti/2000 materi Pendidikan Kewiraan membahas tentang hubungan antara warga negara dengan negara. Sebutan Pendidikan Kewiraan diganti dengan Pendidikan Kewarganegaraan. Materi pokok Pendidikan Kewarganegaraan adalah tentang hubungan warga negara dengan negara. Kalau kaitan Pendidikan Kewarganegaraan dalam lingkup Filasafat Ilmu menjadi kajian dalam penerapan Pendidikan Kewarganegaraan sendiri dan menjadi dasar pengembangan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, penulis ingin membahas pemahaman Pendidikan Kewarganegaraan yang berkaitan serta berkedudukan dalam bidang Filsafat Ilmu.

B.   Rumusan Masalah
Yang menjadi rumusan masalah makalah ini, yaitu :
a)    Sejarah PKn ?
b)    Definisi PKn Menurut Para Ahli ?
c)    Obyek PKn ?
d)    Kedudukan PKn dalam Filsafat Ilmu ?
e)    Interaksi PKn dengan Ilmu Lainnya ?
f)     Metode PKn ?
g)    Kelebihan dan Kelemahan PKn ?
h)    Bagaimana Upaya Memperbaiki Kelemahan PKn ?
i)     Bagaimana Tugas Kita sebagai Mahasiswa dalam PKn ?
j)        Manfaat PKn ?
BAB II
PEMBAHASAN

A.   Sejarah PKn
Sebagai mata pelajaran di sekolah, Pendidikan Kewarganegaraan telah mengalami perkembangan yang fluktuatif, baik dalam kemasan maupun substansinya. Hal tersebut dapat dilihat dalam substansi kurikulum PKn yang sering berubah dan tentu saja disesuaikan dengan kepentingan negara. Secara historis, epistemologis dan pedagogis, pendidikan kewarganegaraan berkedudukan sebagai program kurikuler dimulai dengan diintroduksikannya mata pelajaran Civics dalam kurikulum SMA tahun 1962 yang berisikan materi tentang pemerintahan Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (Dept. P&K: 1962). Pada saat itu, mata pelajaran Civics atau kewarganegaraan, pada dasarnya berisikan pengalaman belajar yang digali dan dipilih dari disiplin ilmu sejarah, geografi, ekonomi, dan politik, pidato-pidato presiden, deklarasi hak asasi manusia, dan pengetahuan tentang Perserikatan Bangsa-Bangsa (Somantri, 1969:7). Istilah Civics tersebut secara formal tidak dijumpai dalam Kurikulum tahun 1957 maupun dalam Kurikulum tahun 1946. Namun secara materiil dalam Kurikulum SMP dan SMA tahun 1957 terdapat mata pelajaran tata negara dan tata hukum, dan dalam kurikulum 1946 terdapat mata pelajaran pengetahuan umum yang di dalamnya memasukkan pengetahuan mengenai pemerintahan.
Kemudian dalam kurikulum tahun 1968 dan 1969 istilah civics dan Pendidikan Kewargaan Negara digunakan secara bertukar-pakai (interchangeably). Misalnya dalam Kurikulum SD 1968 digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara yang dipakai sebagai nama mata pelajaran, yang di dalamnya tercakup sejarah Indonesia, geografi Indonesia, dan civics (d iterjemahkan sebagai pengetahuan kewargaan negara). Dalam kurikulum SMP 1968 digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara yang berisikan sejarah Indonesia dan Konstitusi termasuk UUD 1945. Sedangkan dalam kurikulum SMA 1968 terdapat mata pelajaran Kewargaan Negara yang berisikan materi, terutama yang berkenaan dengan UUD 1945. Sementara itu dalam Kurikulum SPG 1969 mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara yang isinya terutama berkenaan dengan sejarah Indonesia, konstitusi, pengetahuan kemasyarakatan dan hak asasi manusia (Dept. P&K: 1968a; 1968b; 1968c; 1969). (Winataputra, 2006 : 1). Secara umum mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara membahas tentang nasionalisme, patriotisme, kenegaraan, etika, agama dan kebudayaan (Somantri, 2001:298)
Pada Kurikulum tahun 1975 istilah Pendidikan Kewargaan Negara diubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang berisikan materi Pancasila sebagaimana diuraikan dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4. Perubahan ini sejalan dengan missi pendidikan yang diamanatkan oleh Tap. MPR II/MPR/1973. Mata pelajaran PMP ini merupakan mata pelajaran wajib untuk SD, SMP, SMA, SPG dan Sekolah Kejuruan. Mata pelajaran PMP ini terus dipertahankan baik istilah maupun isinya sampai dengan berlakunya Kurikulum 1984 yang pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975 (Depdikbud: 1975 a, b, c dan 1976). Pendidikan Moral Pancasila (PMP) pada masa itu  berorientasi pada value inculcation dengan muatan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 (Winataputra dan Budimansyah, 2007:97)
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistim Pendidikan Nasional yang menggariskan adanya muatan kurikulum Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan, sebagai bahan kajian wajib kurikulum semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan (Pasal 39), Kurikulum Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 1994 mengakomodasikan misi baru pendidikan tersebut dengan memperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau PPKn. Berbeda dengan kurikulum sebelumnya, Kurikulum PPKn 1994 mengorganisasikan materi pembelajarannya bukan atas dasar rumusan butir-butir nilai P4, tetapi atas dasar konsep nilai yang disaripatikan dari P4 dan sumber resmi lainnya yang ditata dengan menggunakan pendekatan spiral meluas atau spiral of concept development (Taba,1967). Pendekatan ini mengartikulasikan sila-sila Pancasila dengan jabaran nilainya untuk setiap jenjang pendidikan dan kelas serta catur wulan dalam setiap kelas.
 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) pada masa ini karakteristiknya didominasi oleh proses value incucation  dan  knowledge dissemination. Hal tersebut dapat lihat dari materi pembelajarannya yang dikembangkan berdasarkan butir-butir setiap sila Pancasila. Tujuan pembelajarannya pun diarahkan untuk menanamkan sikap dan prilaku yang beradasarkan nilai-nilai Pancasila serta untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan untuk memahami, menghayati dan meyakini nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman dalam berprilaku sehari-hari (Winataputra dan Budimansyah, 2007:97).
Dengan dberlakukannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, diberlakukan kurikulum yang dikenal dengan nama Kurikulum berbasis Kompetensi tahun 2004 dimana Pendidikan Kewarganegaraan berubah nama menjadi Kewarganegaraan. Tahun 2006 namanya berubah kembali menjadi Pendidikan Kewarganegaraan, dimana secara substansi tidak terdapat perubahan yang berarti, hanya kewenangan pengembangan kurikulum yang diserahkan pada masing-masing satuan pendidikan, maka kurikulum tahun 2006 ini dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Berbagai perubahan yang dialami dalam pengimplementasian PKn sebagaimana diuraikan diatas menunjukkan telah terjadinya ketidakajekan dalam kerangka berpikir, yang sekaligus mencerminkan telah terjadinya krisis konseptual, yang berdampak pada terjadinya krisis operasional kurikuler.
Secara Konseptual istilah Pendidikan Kewarganegaraan dapat terangkum sebagai berikut :
(a)    Kewarganegaraan (1956)
(b)   Civics (1959)
(c)    Kewarganegaraan (1962)
(d)   Pendidikan Kewarganegaraan (1968)
(e)    Pendidikan Moral Pancasila (1975)
(f)    Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan (1994)
(g)   Pendidikan Kewarganegaraan (UU No. 20 Tahun 2003)
Dari penggunaan istilah  tersebut sangat terlihat jelas ketidakajegannya dalam mengorganisir pendidikan kewarganegaraan, yang berakibat pada krisis operasional, dimana terjadinya perubahan konteks dan format pendidikannya. Menurut Kuhn (1970) krisis yang bersifat konseptual tersebut tercermin dalam ketidakajekan konsep atau istilah yang digunakan untuk pelajaran PKn. Krisis operasional tercermin terjadinya perubahan isi dan format buku pelajaran, penataran yang tidak artikulatif, dan fenomena kelas yang belum banyak dari penekanan pada proses kognitif memorisasi fakta dan konsep. Kedua jenis krisis tersebut terjadi karena memang sekolah masih tetap diperlakukan sebagai socio-political institution, dan masih belum efektifnya pelaksanaan metode pembelajaran secara konseptual, karena belum adanya suatu paradigma pendidikan kewarganegaraan yang secara ajeg diterima dan dipakai secara nasional sebagai rujukan konseptual dan operasional.

Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan atau disingkat PKn tidak bisa diisolasi dari kecenderungan globalisasi yang mempengaruhi kehidupan manusia dimana pun ia berada. Dalam konteks globalisasi ini beberapa ahli memberikan penekanan pada fungsi peran Pendidikan Kewarganegaraan dalam membangun warganya. Sabatini, Bevis, dan Finkel (1998) menekankan pentingnya pada program Pendidikan Kewarganegaraan yang memfokuskan pada tema-tema yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Pendidikan Kewarganegaraan hendaknya mengembangkan warga negara yang memiliki ciri-ciri utama, yaitu jati diri, kebebasan untuk menikmati hak tertentu, pemenuhan kewajiban-kewajiban, tingkat minat dan keterlibatan dalam urusan publik, dan pemilikan nilai-nilai dasar kemasyarakatan. Karakteristik tersebut menuntut adanya upaya pengembangan kurikulum dan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang berorientasi pada konsep dalam nuansa lokal, nasional, dan global (Cheng, 1999). Hal ini sejalan dengan teori multi kecerdasan dari Gardner (1983) yang dianggap sebagai pendekatan pembelajaran yang lebih objektif dalam menggali dan mengembangkan kemampuan setiap individu siswa sesuai dengan potensi atau kecerdasan orisinilnya.
Pendidikan Kewiraan dimulai tahun 1973/1974, sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional, dengan tujuan untuk menumbuhkan kecintaan pada tanah air dalam bentuk PPBN yang dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap awal yang diberikan kepada peserta didik SD sampai sekolah menengah dan pendidikan luar sekolah dalam bentuk pendidikan kepramukaan, sedangkan PPBN tahap lanjut diberikan di PT dalam bentuk pendidikan kewiraan. Pada awal penyelenggaraan Pendidikan Kewiraan sebagai cikal bakal dari PKn berdasarkan surat keputusan bersama Mendikbud dan Menhankam tahun 1973, merupakan realisasi pembelaan negara melalui jalur pengajaran khusus di Perguruan Tinggi, di dalam surat keputusan itu dipolakan penyelenggaraan Pendidikan Kewiraan dan Pendidikan Perwira Cadangan di Perguruan Tinggi.

Perkembangan kurikulum dan materi Pendidikan Kewarganegaraan.
a)    Pada awal penyelenggaraan pendidikan kewiraan sebagai cikal bakal darai PKn berdasarkan SK bersama Mendikbud dan Menhankam tahun 1973, merupakan realisasi pembelaan negara melalui jalur pengajaran khusus di PT, di dalam SK itu dipolakan penyelenggaraan Pendidikan Kewiraan dan Pendidikan Perwira Cadangan di PT.

b)    Berdasarkan UU No. 20 tahun 1982 tentang Pokok-pokok Penyelenggaraan Pertahanan dan Keamanan Negara ditentukan bahwa:
1) Pendidikan Kewiraan adalah PPBN tahap lanjutan pada tingkat PT, merupakan bagian tidak terpisahkan dari Penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional.
2) Wajib diikuti seluruh mahasiswa (setiap warga negara).

c). Berdasarkan UU No. 2 tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa:
                               i.        Pendidikan Kewiraan bagi PT adalah bagian dari Pendidikan Kewarganegaraan
                              ii.        Termasuk isi kurikulum pada setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan.

d). SK Dirjen Dikti tahun 1993 menentukan bahwa Pendidikan Kewiraan termasuk dalam kurikulum MKDU bersama-sama dengan Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, ISD, IAD, dan IBD sifatnya wajib.

e).  Kep. Mendikbud tahun 1994, menentukan:
                                i.        Pendidikan Kewarganegaraan merupakan MKU bersama-sama dengan Pendidikan Agama, dan Pendidikan Pancasila
                               ii.        Merupakan kurikulum nasional wajib diikuti seluruh mahasiswa

f). Kep. Dirjen Dikti No. 19/Dikti/1997 menentukan antara lain: Pendidikan
Kewiraan termasuk dalam muatan PKn, merupakan salah satu komponen yang  tidak dapat dipisahkan dari kelompok MKU dalam susunan kurikulum intiPendidikan Kewiraan adalah mata kuliah wajib untuk ditempuh setiap mahasiswa pada PT.

g). Kep. Dirjen Dikti No. 151/Dikti/Kep/2000 tanggal 15 Mei 2000 tentang Penyempurnaan Kurikulum Inti MPK, menentukan:
 Pendidikan Kewiraan termasuk dalam muatan PKn, merupakan salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dari kelompok MPK dalam susunan kurikulum inti PT di Indonesia.
Pendidikan Kewiraan adalah mata kuliah wajib untuk ditempuh setiap mahasiswa pada PT untuk program diploma III, dan strata 1.

h).  Kep. Dirjen Dikti No. 267/Dikti/kep/2000 tanggal 10 Agustus, menentukan antara lain:
                                      i.        Mata Kuliah PKn serta PPBN merupakan salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dari MPK.
                                    ii.        MPK termasuk dalam susunan kurikulum inti PT di Indonesia.
                                   iii.        Mata Kuliah PKn adalah MK wajib untuk diikuti oleh setiap mahasiswa pada PT untuk program Diploma/Politeknik, dan Program Sarjana.

i). Kep. Mendiknas No. 232/U/2000 tanggal 20 Desember 2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Belajar Mahasiswa menentukan antara lain:
                                  i.        Kurikulum inti Program sarjana dan Program diploma, terdiri atas:
·        Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK).
·        Kelompok Mata kUliah Keilmuan dan Keterampilan (MKK)
·        Kelompok Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB)
·        Kelompok Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB)
·        Kelompok Mata Kuliah Kehidupan Bermasyarakat (MKB)
                                 ii.        MPK adalah kelompok bahan kajian dan pelajaran untuk mengembangkan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap, dan mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
                               iii.        Kurikulum inti merupakan kelompok bahan kajian dan pelajaran yang harus dicakup dalam suatu program studi yang dirumuskan dalam kurikulum yang berlaku secara nasional.
                                iv.        MPK pada kurikulum inti yang wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi/kelompok program studi terdiri dari bahasa Indonesia, Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.
                                 v.         MPK untuk PT berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terdiri dari Pendidikan Bahasa, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.

Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa di setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat terdiri dari Pendidikan Bahasa, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan. Kep. Mendikbud No. 056/U/1994 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa menetapkan bahwa “Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan termasuk dalam Mata Kuliah Umum (MKU) dan wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi”. Dengan penyempurnaan kurikulum tahun 2000, menurut Kep. Dirjen dikti No. 267/Dikti/2000 materi Pendidikan Kewiraan disamping membahas tentang PPBN juga dimembahas tentang hubungan antara warga negara dengan negara. Sebutan Pendidikan Kewiraan diganti dengan Pendidikan Kewarganegaraan. Materi pokok Pendidikan Kewarganegaraan adalah tentang hubungan warga negara dengan negara, dan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN).



B.   Obyek PKn
Setiap ilmu harus memenuhi syarat-syarat ilmiah yang mempunyai objek, metode, sistem dan bersifat universal. Objek pembahasan setiap ilmu harus jelas, baik objek material maupun objek formal.
Obyek material merupakan bidang sasaran yang dibahas dan dikaji oleh suatu bidang atau cabang ilmu. Materi pokok yang dijadikan fokus pembelajaran PKn, yaitu
a)    Masalah-masalah sosial, politik, yuridis, dan ideologis yang ada dalam masyarakat sekitar.
b)    Hubungan fungsional masalah-masalah dengan berbagai dimensi kebijakan publik.
c)    Strategi pemecahan masalah yang mencerminkan konsep dan prinsip demokrasi.
d)    Strategi komunikasi untuk mempengaruhi kebijakan publik atas dasar pemecahan masalah.
Selain itu obyek material PKn adalah segala hal yang berkaitan dengan warga negara baik yang empirik maupun non empirik, yang meliputi wawasan, sikap, dan perilaku warga negara dalam kesatuan Bangsa dan Negara.
Obyek formal merupakan sudut pandang tertentu yang dipilih untuk membahas obyek material tersebut. Obyek formal PKn adalah hubungan antara warga negara dengan Negara dan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara.

Yang terpenting dalam obyek studi PKn adalah manusia Indonesia, yaitu Warga Negara Indonesia. Status atau kedudukan seseorang membawa serta peranan seseorang. Disinilah seseorang dituntut dapat senantiasa menampilkan dirinya sesuai dengan hakikat manusia. Pangkal tolak untuk supaya manusia itu dapat sesuai dengan statusnya adalah pengendalian diri.







C.   Definisi PKn Menurut Para Ahli

Menurut Udin S. Winataputra bahwa secara akademis PKn didefinisikan sebagai suatu bidang kajian yang memusatkan telaahnya pada seluruh dimensi psikologis dan sosial budaya kewarganegaraan individu dengan menggunakan ilmu politik.
Menurut Stanley E. Diamond dan Elmer F. Peliger, Pendidkan Kewarganegaraan adalah studi yang berhubungan dengan tugas-tugas Pemerintahan serta hak dan kewajiban warga negara.
Menurut Majalah Education Tahun 1986, mengatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu ilmu tentang kewarganegaraan yang berhubungan dengan manusia sebagai individu dalam suatu perkumpulan yang terorganisir hubungannya dengan Negara.
Definisi Pkn  
Pendidkan keawrganegaraan adalah pendidikkan yang mengkaji dan mmembahas tentang pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, ham, hak dan kewajiban warga Negara serta proses demokrasi.

Bahwasannnya Ada beberapa lagi definisi Pkn selain definisi diatas, yaitu;

Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berfikir kritis dan bertindak demokrasi.

Pendidikan kewarganegaraan adalah pendiddkkan demokrasi yang bertujuan untuk mendidik  generasi muda menjadi warga Negara yang demokratis dan partisipatif melalui suatu pendidikan dialogial.

Pendidikan kewarganegaraan adalah suatu proses yang dilakukan oleh lembaga pendidikan di mana seseoranng mempelajari orientasi, sikap dan perilaku politik sehingga yang bersangkutan memiliki political knowledge, awareness, attitude, political efficacy dan political participation serta kemampuan mengambil keputusan politik secara rasional.

Pendidkan adalah adalah yang mencakup pemahaman dasar keterampilan kerja demokrasi dan lembaga-lembaganya, pemahaman tentanng rule of law, ham, penguatan keterampilan partisifatif yang demokratis, pengembangan budaya demokrasi dan perdmaian.



D.   Kedudukan PKn dalam Filsafat Ilmu
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan Filsafat Ilmu secara substantif dan pedagogis didesain untuk mengembangkan warga negara yang cerdas dan baik untuk seluruh jalur dan jenjang pendidikan. Sampai saat ini bidang itu sudah menjadi bagian inheren dari instrumentasi serta praksis pendidikan nasional Indonesia dalam lima status. Pertama, sebagai mata pelajaran di sekolah, Kedua, sebagai mata kuliah di perguruan tinggi, Ketiga, sebagai salah satu cabang pendidikan filsafat ilmu pengetahuan sosial dalam kerangka program pendidikan guru, Keempat, sebagai program pendidikan politik yang dikemas dalam bentuk Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau sejenisnya yang pernah dikelola oleh Pemerintah sebagai suatu crash program, Kelima, sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual dan kelompok pakar terkait, yang dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir mengenai pendidikan kewarganegaraan dalam status pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Sebagai salah satu cabang pendidikan filsafat ilmu pengetahuan sosial dalam kerangka program pendidikan guru dalam statusnya yang ketiga yakni sebagai Pendidikan Filsafat Ilmu (Somantri:1998), Pendidikan Kewarganegaraan merupakan Program Pendidikan Filsafat Ilmu Sosial sebagai program pendidikan guru mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan.
Secara konseptual Pendidikan Filsafat Ilmu ini memusatkan perhatian pada Program Pendidikan Filsafat Ilmu Politik, sebagai substansi induknya. Secara kurikuler program pendidikan ini berorientasi kepada pengadaan dan peningkatan kemampuan profesional guru pendidikan kewarganegaraan. Filsafat Ilmu pendidikan lebih kepada pendidikan tentang ilmu pendidikan seperti misalnya fakultas ilmu pendidikan. Sedangkan Pendidikan Filsafat Ilmu mengacu kepada fakultas lainnya seperti pendidikan MIPA, pendidikan IPS, Pendidikan Jasmani, Pendidikan Bahasa, dan lain sebagainya.

Program Pendidikan Filsafat Ilmu bidang studi ilmu sosial dirumuskan sebagai “program pendidikan yang menyeleksi filsafat ilmu-ilmu sosial dan humaniora yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan” (hlm. 19, Dokumen ISPI, 1995). Rumusan akademik tentang Pendidikan Filsafat Ilmu atau bidang studi tersebut bertujuan untuk memberikan manfaat bagi pencapaian tujuan dan program pendidikan, khususnya untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah. Akan tetapi, karena pendidikan keguruan mempunyai fungsi mengembangkan akademik tingkat perguruan tinggi dan harus dapat menerapkannya untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah, maka karakter Pendidikan Filsafat Ilmu yang dibina harus memperhatikan dan mempelajari segala sesuatu yang berkenan dengan sifat peserta didik, kurikulum, buku pelajaran, serta sekolah pada tingkat pendidikan dasar dan menegah.
A.   Sumber Filsafat Ilmu
Filsafat dan ilmu yang dikenal di dunia barat dewasa ini berasal dari zaman Yunani kuno. Pada zaman itu filsafat dan ilmu menjalin menjadi satu dan orang tidak memisahkannya sebagai dua hal yang berlainan. Keduanya termasuk dalam pengertian episteme. Kata philosophia merupakan suatu kata padanan dari episteme. Menurut konsepsi filsuf besar Yunani kuno Aristoteles. Episteme adalah suatu kumpulan yang teratur dari pengetahuan rasional dengan obyeknya sendiri yang tepat. Jadi, filsafat dan ilmu tergolong sebagai pengetahuan rasional yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran atau rasio manusia. Pemikiran Aristoteles selanjutnya, episteme dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu “Praktike (pengetahuan praktis)”, Poietike (pengetahuan produktif)”, Theoretike (pengetahuan teoritis).

B.   Era globalisasi yang melanda dunia saat ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap warga negara Indonesia. Warga negara sebagai pihak yang merasakan dan mempraktekkan dampak kondusif maupun destruktif globalisasi. Dampak kondusif danm destruktif dapat mempengaruhi perilaku kehidupan masyarakat. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan. 1. Apakah hak dan kewajiban warga negara akan tetap eksis di era globalisasi?
2. Pertanyaan berikut : apakah nilai-nilai luhur yang menjadi pegangan dalam pembentukan karakter/watak kita (bangsa) tidak akan dihancurkan oleh gelombang globalisasi?
3.Globalisasi berkembang begitu cepat tanpa mengenal batas wilayah suatu negara negara. Dengan globalisasi semua yang jauh seolah-olah menjadi dekat, seakan-akan tidak ada lagi jarak antara tempat yang satu dan tempat yang lainnya.

Globalisasi menjadikan dunia seolah tanpa batas (Ibarat sebuah kampung kecil).  Perkembangan yang begitu cepat ini dapat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia (aspek ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan). Berbagai Informasi baik dari dalam maupun luar negeri semakin mudah diperoleh. Globalisasi juga dapat menyebabkan terjadinya perpindahan dan perubahan nilai dan norma dari satu bangsa ke bangsa lain. Contohnya cara berpikir dan bertindak serta cara berperilaku setiap manusia. Hal ini terjadi karena adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Bayangkah saja bagaimana bentuk unjuk rasa dan demonstrasi yang semakin berani di Indonesia yang mengabaikan kepentingan umum dengan cara membuat kerusuhan dan anarkhis. Bayangkan saja, semakin menguatnya supremasi hukum, demokratisasi, dan tuntutan terhadap dilaksanakannya hak-hak asasi manusia. Globalisasi membawa dampak positif maupun negatif bagi manusia (warga negara) dari suatu negara. Warga negara sebagai tulang punggung dari negara berperan penting dalam kelangsungan hidup negaranya di era globalisasi ini. Untuk menghadapi globalisasi itu, warga negara perlu memiliki filter (saringan). Filter itu berupa pandangan hidup, nilai dan norma. Era globalisasi masa kini mengharuskan warga negara untuk bersikap arif dan mampu merumuskan serta mengaktualisasikan kembali nilai-nilai kebangsaan yang tangguh dalam berinteraksi terhadap tatanan dunia luar dengan tetap berpijak pada jati diri bangsa, serta menyegarkan dan memperluas makna pemahaman kebangsaan kita dengan mengurangi berbagai dampak negatif yang akan timbul. Tanpa saringan yang ampuh, warga negara akan terjerumus ke dalam hal-hal negatif yang dibawa oleh globalisasi. Agar warga negara tidak terjerumus dalam hal-hal yang merugikan dirinya sendiri maupun negara secara keseluruhan, maka mutlak perlu adanya pendidikan kewarganegaraan dalam pembangunan Civic Competence (kompetensi kewarganegaraan).

C.   Kompetensi Standar Pendidikan Kewarganegaraan.
Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan ( Civic Education) tidak bisa diisolasi dari kecenderungan globalisasi yang mempengaruhi kehidupan manusia di mana pun ia hidup. Dalam menghadapi kecenderungan globalisasi tersebut, Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia ditempatkan sebagai salah satu bidang kajian yang mengembangkan misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui “value-based education”. Selain itu, Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia megembang misi sebagai pendidikan demokrasi. Oleh karena itu hendaknya Pendidikan Kewarganegaraan mengkaji konsep besar yang dibawa globalisasi, yakni demokrasi, hak-hak asasi manusia, dan menempatkan hukum di atas segalanya yang didasarkan pada fondasi sepuluh pilar demokrasi (The Ten Pillars of Indonesian Constitusional Democracy) yang menjadi dasar pengembangan pendidikan kewarganegaraan yang baru ( Makalah Seminar Internasional Pendidikan Kewarganegaraan, 12 Desember 2009). Sepuluh pilar demokrasi yang dimaksud adalah :
Ø  Ketuhanan Yang Maha Esa
Ø  Hak Asasi Manusia
Ø  Kedaulatan Rakyat
Ø  Kecerdasan Rakyat
Ø  Pemisahan Kekuasaan Negara
Ø  Otonomi Daerah
Ø  Supremasi Hukum ( rule of law )
Ø  Peradilan Yang Bebas
Ø  Kesejahteraan Rakyat
Ø  Keadilan Sosial

Fokus utama pengembangan pendidikan kewarganegaraan bermuara pada pembangunan civic competence (kompetensi kewarganegaraan). Aspek - aspek civic competence tersebut meliputi pengetahuan kewarganegaraan ( civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills) dan watak atau karakter kewarganegaraan (civic disposition). Pengetahuan kewarganegaraan menyangkut akademik keilmuan yang dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik, hukum dan moral (terkait dengan materi inti tentang hak dan tanggung jawab warga negara (kewajiban), hak asasi manusia, prinsip-prinsip dan proses-proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non pemerintah, identitas nasional, pemerintahan berdasarkan hukum, dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat. Keterampilan kewarganegaraan meliputi keterampilan intelektual dan keterampilan berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Contoh keterampilan intelektual adalah keterampilan dalam merespon berbagai persoalan politik, misalnya merancang dialog dengan DPRD. Contoh keterampilan berpartisipasi adalah keterampilan menggunakan hak dan kewajibannya dibidang hukum, misalnya segera melapor kepada polisi atas terjadinya kejahatan yang diketahui.  Watak/karakter kewarganegaraan merupakan dimensi yang paling substantif dan esensial dalam mata pelajaran Pendidikan kewarganegaraan. Watak atau karakter dipandang sebagai “muara” dari pengembangan pengetahuan dan keterampilan kewarganegaraan. Dengan memperhatikan visi, misi, dan tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, karakteristik mata pelajaran ini ditandai dengan penekanan pada dimensi watak, karakter, sikap dan potensi lain yang bersifat afektif (sikap). Dengan demikian, seorang warga negara pertama-tama perlu memiliki pengetahuan kewarganegaraan yang baik, terutama dibidang politik, hukum, dan moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selanjutnya seorang warga negara diharapkan memiliki keterampilan secara intelektual maupun secara partisipatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada akhirnya pengetahuan dan keterampilannya itu akan membentuk suatu watak atau karakter yang mapan, sehingga menjadi sikap atau kebiasaan hidup sehari-hari yang mencerminkan warga negara yang baik itu misalnya sikap religius, toleran, jujur, adil, demokratis, menghargai perbedaan, menghormati hukum, menghormati hak orang lain, memiliki semangat kebangsaan yang kuat, memiliki rasa kesetiakawanan sosial, dan lain-lain. Dengan demikian terdapat beberapa keharusan dan tuntutan terhadap Pendidikan Kewarganegaraan di era global, baik dalam kajian disiplin ilmu, kurikulum, dan pembelajaran.

E.   Metode PKn
     Setiap pengetahuan harus memiliki metode yaitu seperangkat cara atau sistem pendekatan dalam rangka pembahasan Pendidikan Kewarganegaraan untuk mendapatkan suatu kebenaran yang bersifat objektif. Metode dalam pembahasan Pendidikan Kewarganegaraan sangat tergantung pada karakteristik objek formal maupun objek materia Pancasila.

Penerapan metode Quantum Teaching pada Pendidikan Kewarganegaraan dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif, dengan cara menggunakan unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi yang terjadi di dalam kelas. Dalam Quantum Teaching bersandar pada konsep “Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”. Hal ini menunjukkan, betapa pengajaran dengan Quantum Teaching tidak hanya menawarkan materi yang mesti dipelajari siswa. Tetapi jauh dari itu, siswa juga diajarkan bagaimana menciptakan hubungan emosional yang baik dalam dan ketika belajar     

F.    Interaksi PKn dengan Ilmu Lainnya

Biasanya dalam Pendidikan Kewarganegaraan sangat erat kaitannya dengan ilmu-ilmu lain. Dari ilmu yang paling dekat sampai ilmu yang paling jauh.
a)    Ilmu yang paling dekat

Interksi Pendidikan Kewarganegaraan dengan Pendidikan Agama sangat dekat dan erat, karena dalam studi PKn banyak pembahasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan Ketuhanan dimana studi tentang Ketuhanan itu masuk dalam ilmu agama. Seperti yang terdapat dalam sila pertama, yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”.







b)   Ilmu yang paling jauh

Interaksi Pendidikan Kewarganegaraan dengan Sejarah merupakan ilmu yang tidak memiliki hubungan karena PKn bukan sejarah, maka hal yang substansial yang dipelajari oleh PKn adalah penanaman moral kepada anak didik kita. PKn merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan terapan moral yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala sosial, khususnya yang berkaitan dengan moral serta perilaku manusia.


G.   Kelebihan dan Kelemahan PKn
Seperti yang kita ketahui setiap mata pelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Oleh karena itu, tinggal bagaimana kita menyikapi kelebihan serta kekurangannya tersebut. Salah satunya dalam Pendidkan Kewarganegaraan.
a)    Kelebihan PKn
Banyak yang kita peroleh dari mempelajari PKn, yaitu :
Ø  Menambah wawasan nusantara.
Ø  Memilki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Ø  Dapat terwujudnya masyarakat Indonesia yang religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri, baik dan cerdas dalam penyelenggaraan bernegara.
Ø  Memiliki masyarakat yang berkualitas, sehingga mampu bekerjasama serta bersaing dalam era global.
b)    Kelemahan PKn
Salah satu faktornya yaitu minat belajar. Pada bidang Pendidikan Kewarganegaraan haruslah mendapat perhatian khusus karena dalam pelajaran ini kita jadi tahu banyak hal tentang kehidupan bermasyarakat yang menyangkut pendidikan moral, sopan santun, dan lain sebagainya. Tapi mengapa dalam praktiknya nol ? Karena banyak yang menganggap pelajaran ini sebagai angin lalu yang tidak bermanfaat dibandingkan dengan pelajaran lainya. Oleh karena itu, kita sebagai guru wajib memperhatikan minat belajar siswa dengan seksama. Hal ini untuk memudahkan kita membimbing dan mengarahkan siswa sehingga mempunyai dorongan serta tertarik untuk belajar Pendidikan Kewarganegaraan.

H.   Bagaimana Upaya Memperbaiki Kelemahan PKn
Berdasarkan pengalaman didalam lingkungan sekolah kebanyakan siswa belajar PKn dituntut keaktifan dalam belajar, hal ini dikarenakan siswa harus lebih banyak melakukan kegiatan yang bersifat menyangkut dengan Pkn seperti mentaati segala peraturan yang ada yang telah diajarkan dalam PKn dan ditetapkan oleh undang-undang yang ada, karena siapa lagi yang memulai kalau bukan kita, dengan begitu lambat laun satu dua orang atau lebih akan ada yang mengikuti sikap yang saya lakukan tersebut.
Selanjutnya jika nanti telah menjadi pengajar saya akan menberi peserta didik bukan hanya ilmu pengetahuan yang luas tentang materi pokok PKn yang meliputi politik, hukum, dan moral, tetapi juga memberikan keterampilan dalam merespon berbagai persoalan politik, hukum, moral, dan terampil menggunakan hak dan kewajibannya.

I.      Bagaimana Tugas Kita Sebagai Mahasiswa dalam PKn
a)    Memberikan pembelajaran tentang ketahanan nasional, sehingga sadar akan pentingnya menyiapkan diri agar dapat menjalankan bela negara, bangsa dan agama.
b)    Memberikan masukan bagi para pendidik dalam rangka meningkatkan fungsi perannya untuk mengembangkan kompetensi kewarganegaraan mahasiswa.
c)    Mampu mewujudkan nilai dasar kesadaran berbangsa dan bernegara dalam menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang dikuasainya dengan rasa tanggung jawab kemanusiaan.

J.    Manfaat PKn
a)    Dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara santun, jujur, dan demokratis serta ikhlas sebagai warga negara Indonesia terdidik dan bertanggung jawab.
b)    Memahami berbagai masalah dasar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta dapat mengatasinya dengan pemikiran kritis dan bertanggung jawab yang berlandaskan Ideologi Pancasila.
c)    Memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai serta norma, cinta tanah air, serta rela berkorban bagi nusa dan Bangsa.
d)    Tujuan utama Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan, wawasan nusantara serta ketahanan nasional dalam diri para mahasiswa sebagai calon sarjana yang sedang mengkaji dan akan menguasai IPTEK dan seni.
e)    Bahwa dengan Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan agar kita memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap, dan perilaku sebagai pola tindak yang cinta tanah air berdasarkan Pancasila, semua itu diperlukan demi tetap utuh dan tegaknya NKRI.


BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan dan Saran
Pembahasan tentang pemahaman kesadaran bernegara untuk bela Negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan pola tindak bagi mahasiswa, agar cinta tanah air dan dapat diandalkan oleh bangsa dan Negara. Pada hakikatnya Pendidikan adalah upaya sadar dari suatu masyarakat dan pemerintah suatu Negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi penerusnya, selaku warga masyarakat, bangsa dan Negara, secara berguna dan bermakna serta mampu mengantisipasi hari depan mereka yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan kontak dinamika budaya,..bangsa,..Negara..dan..hubungan..internasionalnya.
Melalui Pendidikan Kewarganegaraan Warga Negara Republik Indonesia diharapkan mampu “Memahami, menganalisa dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, bangsa dan Negara secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasional seperti yang digariskan dalam UUD 1945”.
                        


















DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………..
DAFTAR ISI              …………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG ………………………………………………………………. 1
B.     RUMUSAN MASALAH ……………………………………………………………..1
BAB II PEMBAHASAN
A.     SEJARAH PKN ………………………………………………………………………2
B.     OBJEK PKN……………………………….………………………………………….3
C.     DEFINISI MENURUT PARA AHLI…………………………………....……………4
D.     KEDUDUKAN PKN DALAM FILSAFAT  ILMU…………………………………..5
E.      METODE PKN ………………………………….……………………………………6
F.      INTERAKSI PKN DENGAN ILMU LAINNYA…………………………………….7
G.     KELEBIHAN  dan KELEMAHAN PKN …………………………………………….8
H.     BAGAIMANA UPAYA MEMPERBAIKI KELEMAHAN PKN …………………...9
I.        BAGAIMANA TUGAS KITA SEBAGAI MAHASISWA PKN ……………………9
J.       MANFAAT PKN …………………………………………………...……………….10
BAB III PENUTUP
A.     KESIMPULAN & SARAN ………………………………………………………….11
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………….12













MAKALAH
FILSAFAT ILMU





Disusun Oleh :



Nama   : Agus selamet
Nim      : 0805055045
Prodi    :  Pkn ’08 Reguler ( Pagi )





FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2010


Kata Pengantar

           Puji dan syukur kita panjat kan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena berkat rahnat nya lah maka MAKALAH ini dapat selesai sebagai mana mestinya.
Dalam penulisan Makalah ini, tentunya kami tidak  akan memperoleh sesuatu yang kami perlu kan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Baik berupa bantuan berupa tenaga, semangat, dan sebagainya.

 Dan apabila dalam penulisan Makalah ini masih terdapat kesalahan atau pun kekurangan, maka kami mohon maaf sebgai insan yang tidak luput dari kesalahan, pengkajian Makalah ini telah kami upayakan sederhana mungkin dan kami harapkan  MAKALAH kami ini dapat berguna berguna serta kita bersama – sama lebih mengetahui filsafat pancasila Negara kita ini.

           Pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, rekan-rekan sekerja, serta dosen kami bapak Prof. Dr. Jawatir pardosi, M.Si baik secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan manfaat serta motivasi, untuk lebih aktif, kreatif, serta beradap dalam kehidupan.

 Semoga kita di beri kemudahan dan keberhasilan oleh Tuhan yang Maha Esa dalam mempelajarinya. Oleh karena itu, kami mohon saran dan  kritik yang sifat nya mebangun dan semoga ini dapat bermanfaat bagi kita semua.








                                                                                                Samarinda,Desember 2010


Penulis




Add caption

3 komentar: